Pesan Bung Karno itu tertulis jelas di plakat berbahan marmer di
depan gedung utama Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta. Setiap
pengunjung bisa dengan mudah melihatnya.
Di sudut belakang kompleks sekolah di Marunda, Kecamatan Cilincing,
Jakarta Utara, tepat di sisi selatan asrama taruna, berdiri tugu untuk
mengenang kematian Gultom, panggilan Agung Bastian Gultom. Di bangunan
itu tertulis pesan, ”Hindari tindak kekerasan agar tidak terulang lagi
peristiwa 12 Mei 2008 yang mengakibatkan Taruna Agung Bastian Gultom
Meninggal Dunia”.
Namun, pesan Bung Karno dan tugu itu sepertinya diabaikan sejumlah
taruna. ”Pembinaan” taruna senior kepada taruna yunior kembali menelan
korban.
Empat hari sebelum penganiayaan terjadi, sejumlah teman Dimas,
termasuk Marvin Jonathan, dipanggil sejumlah taruna tingkat dua di ruang
makan. Marvin mengaku diminta datang ke rumah kontrakan beberapa taruna
tingkat dua di Semper Barat, Kecamatan Cilincing, bersama 13 teman satu
angkatannya.
Menurut keterangan korban luka dan sejumlah saksi, para senior
tersinggung oleh sikap taruna tingkat satu yang dinilai tidak
menghormati senior. Pada Jumat malam, sejumlah senior marah karena hanya
separuh dari 14 taruna tingkat satu yang datang ke rumah kontrakan.
Marvin, Dimas, dan sejumlah temannya pun dipukul. Dalam bahasa para
taruna itu, pukulan itu dalam rangka ”pembinaan”. Metode ”pembinaan”
serupa diduga lazim dilakukan taruna tingkat lebih tinggi kepada taruna
di tingkat lebih rendah.
”Ada pendarahan di otak belakang Dimas akibat benturan. Dia dipukul
hingga jatuh beberapa kali,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres
Jakarta Utara Ajun Komisaris Besar Daddy Hartadi.
Tujuh taruna tingkat satu menjadi korban. Enam di antaranya luka
memar. Saat Dimas terjatuh, mereka lalu membawanya ke rumah sakit.
Sejumlah senior menyebut Dimas luka karena terjatuh. Namun, dokter
curiga karena ada lebam yang diduga akibat pukulan. Naas, nyawa Dimas
tak tertolong.
Peristiwa itu mengagetkan orangtua siswa. Senin siang, mereka
mendatangi STIP untuk menuntut penjelasan sekaligus jaminan dari pihak
sekolah. Mereka tidak ingin kasus serupa terulang.
Kepala Pusat Pembinaan Mental Moral dan Kesamaptaan STIP Jakarta Budi
Purnomo mengatakan, sejak kasus tahun 2008, sebetulnya pengawasan
diperketat, termasuk menyiagakan taruna dan memasang kamera pengintai.
”Kasus kali ini terjadi di luar kampus di luar jam belajar. Namun,
peristiwa ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan,” kata Budi.
Menurut Budi, tidak ada toleransi bagi kekerasan di kampus. ”Pembinaan di luar (kampus) itu ilegal,” ujarnya.
(Mukhamad Kurniawan)
sumber www.kompas.com